Awalnya, merek (brand) digunakan untuk membedakan sebuah produk diantara produk lain yang sejenis. Dengan menggunakan merek, sebuah produk akan keluar dari kategori produk komoditas, yang harganya ditentukan oleh hukum pasar. Oleh karena itu, produk bermerek berkesempatan memasang harga di atas rata-rata harga pasar.
Tahun 1955, di Harvard Business Review tayang sebuah artikel bertajuk “The Product and The Brand” tulisan Burleigh Gardner dan Sidney Levy, yang semakin memperjelas perbedaan antara merek dengan produk. Konsep merek, mulai dirumuskan pada tahun 1980-an, termasuk bagaimana mengukur nilai sebuah merek (brand equity). Kemudian, istilah merek pun semakin populer di tahun 1990-an, dan menjadi bahasan utama dalam bidang pemasaran.
Dulu, sebuah merek cukup dengan nama yang unik, slogan nan indah, desain logo cantik atau jingle iklan populer. Manajemen merek pun ditujukan untuk meningkatkan nilai merek, dengan program pemasaran terpadu, promo, iklan ataupun program kehumasan. Saat itu, semua merek bekerja keras untuk meraih brand value, brand strength, top of mind, brand awareness dan brand loyalty, yang ujung-ujungnya akan melipatgandakan brand equity masing-masing.
Kini, Anda sebagai pemilik merek, sepertinya harus merubah paradigma tentang merek. Mungkin benar apa yang diungkapkan Hermawan Kartajaya, di era New Wave sekarang ini, “Merek adalah Karakter”. Ya, tidak cukup hanya membangun merek, tapi juga harus membangun karakter. Merek hanyalah selubung yang membungkus karakter sesungguhnya produk atau bisnis Anda. Karakter berkaitan dengan siapa Anda yang sebenarnya, dan bagaimana masyarakat melihat Anda apa adanya. Oleh karena itu, proses membangunan karakter ini, harus berlandaskan nilai-nilai kebaikan yang universal seperti kejujuran, saling menghormati, tanggung-jawab, prinsip keadilan, peduli satu sama lain, dan rasa kemanusiaan.
Dan satu hal lagi, bukan perusahaan raksasa saja yang harus membenahi karakter mereknya. Setiap pemilik merek semestinya melakukan hal yang sama, bahkan untuk level usaha kecil menengah (UKM). Seperti yang saat ini saya lakukan untuk BaksoGranatz, sebuah merek gerai bakso di daerah Sumpiuh, Banyumas Jawa Tengah. Mengawalinya dengan menciptakan nama yang unik, kemudian desain logo yang sesuai, termasuk dengan menjaring komunitas melalui situs jejaring sosial facebook. Karena target market BaksoGranatz lebih ke konsumen usia muda, karakter BaksoGranatz dirancang seperti anak muda jaman sekarang, yang kreatif, open mind, segar dan selalu semangat. Tentu saja tanpa melupakan nilai kejujuran, dan kebaikan universal lainnya.
Nah, bagaimana dengan Anda?
- Diolah dari berbagai sumber.
- Ditulis untuk "Bloggers - MarkPlus Conference 2010 - New Momentum New Strategy."
- Sumber gambar: http://www.idea-sandbox.com/blog_images/brand_of_frankenstein.png