Pernahkah Anda mengalami perasaan tidak enak semacam keraguan terhadap benar tidaknya pilihan setelah membeli dan membayar barang yang cukup bernilai ? Misalnya saja Anda membeli TV seharga Rp 10 Juta dan banyak merek yang dapat Anda pilih, kemudian pilihan Anda jatuh ke merek tertentu. Setelah bayar Anda melihat-lihat TV lain dan sepertinya lebih bagus dari yang baru saja Anda beli. Apa yang kemudian anda lakukan ? mengembalikan ke toko dan menukarnya dengan merek lain, atau pulang saja kerumah sambil terus khawatir. Tetapi bagaimana kalau situasinya berbeda. Sewaktu Anda membayar ada konsumen lain yang memuji keputusan Anda tersebut dan mengatakan bahwa dia juga membeli merek yang sama tetapi lebih kecil ? Ternyata dalam situasi kedua Anda lebih mantap membawa pulang TV idaman Anda.
Perilaku konsumen seperti ini sangat wajar dan setiap konsumen akan selalu mengalami sebuah situasi seperti ini sangat wajar dan setiap konsumen akan selalu mengalami sebuah situasi keraguan setelah megeksekusi keputusan untuk membeli sebuah merek. Disinilah salah satu peranan iklan , yakni meyakinkan konsumen bahwa keputusan tersebut benar. Situasi yang sama ternyata dialami oleh pemasang iklan, yaitu setelah mengeluarkan budget sedemikan besar, muncul keraguan tentang effektivitas iklan yang diluncurkannya. Apakah layak investasi yang dikeluarkan sebegitu besar dengan kemungkinan pendapatan yang belum jelas.
Berbeda dengan keraguan yang dimiliki oleh konsumen yang bisa dicover oleh iklan, word of mouth ( kalau ada orang lain memuji merek yang dibelinya konsumen akan merasa bahwa tindakannya benar), atau fungsionalitas produknya, keraguan pengiklan paling mudah diatasi dengan naiknya penjualan setelah beriklan. Akan tetapi seperti saya kemukakan dalam beberapa tulisan yang lalu bahwa iklan tidak selalu mampu mendorong audiencenya untuk membeli produk. Bahkan banyak iklan yang memang dari awal tujuannya tidak sampai ke sana melainkan hanya meningkatkan awareness atau mengubah image. Selain indikasi penjualan, alat lain yang dapat digunakan untuk meyakinkan pengiklan tersebut adalah dengan melakukan advertising post testing (APT), yakni evaluasi iklan setelah penayangan.
Dalam komunitas riset pemasaran sendiri banyak perdebatan yang muncul mengenai metode-metode advertising post testing ini. Professor Roderto, seorang pakar riset pemasaran dari Philipina, menulis adanya tiga tehnik APT yang paling sering digunakan. Ketiganya adalah Day After Recall (DAR), Advertising Awareness & Image (AAI), Pre/Post Usage & Attitude.
Dari namanya Day After Recall (DAR) dilakukan sehari setelah selesainya penayangan iklan dan penelitian dilakukan untuk mewakili populasi target. Dengan demikian tehnik pengambilan sampelnya harus menggunakan probabilistic sampling (random). Tujuan utama tehnik ini sebenarnya adalah untuk mengevaluasi sesuatu yang baru divisualisasikan melalui iklan. Kalau iklan tersebut baru ditayangkan tentu semua visualisasinya dianggap baru, sementara bagi perusahaan yang terus menerus beriklan tehnik ini dapat digunakan apabila ada perubahan tertentu pada iklan yang ditayangkan.
Berbeda dengan dua metode yang terakhir, tujuan DAR murni untuk mengevaluasi iklan dan bukan dampak iklan terhadap produk. Oleh karena itu informasi yang dikumpulkan dari survey itu antara lain adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan iklan seperti hal-hal yang diingat dari iklan, pesan yang diterima , persepsi konsumen tentang pesan yang dicoba sampaikan oleh iklan, dan lain-lain. Dengan demikian analisis yang digunakan salah satunya adalah melihat tentang recall terhadap copy iklan dan recall terhadap story. Apabila dilakukan perubahan tertentu pada iklan yang sudah lama ditayangkan diharapkan akan dapat tertangkap oleh DAR. Apabila ternyata recall konsumen adalah pada iklan-iklan versi sebelumnya berarti ada perubahan yang dilakukan tidak tertangkap. Versi yang memiliki bagian yang sangat kuat visualisasinya pada umumnya dapat langsung ditangkap apabila dilakukan perubahan , apalagi perubahan tersebut tidak sebanding. Misalnya saja terjadi pada iklan Xonce yang menggunakan Elma Theana sebagai komunikator cukup kuat direcall Pada “Xoncenya mana?” tetapi setelah itu tidak ada iklan merek ini yang diingat lagi.
Metode kedua yaitu studi Advertising Awarenes & Image bertujuan untuk mengetahui dampak iklan yang diharapkan mampu mengubah awareness menjadi image, yang kemudian menjadi dasar ke preferensi, trial, dan selanjutnya. Ada tujuh jenis informasi yang dikumpukan melalui metode ini yakni : brand awareness, ad awareness, ad recall, brand association, advertising image, brand image, dan yang ketujuh pola penggunaan
Dalam komunitas riset pemasaran sendiri banyak perdebatan yang muncul mengenai metode-metode advertising post testing ini, tetapi saya cenderung setuju dengan apa produk (brand usage). Dari ketujuh jenis tersebut terlihat ada tiga substansi, yaitu brand yang diiklankan , iklannya sendiri, dan konsumennya.
Brand awareness, brand asociation dan brand image mengukur dan mengevaluasi tentang pengenalan konsumen terhadap merek yang diiklankan, dari mulai sekedar tahu sampai dengan kenal secara detail core value dan core benefit yang ditawarkan. Ini sekaligus untuk mengevaluasi apakah core value yang ditawarkan oleh merek dapat secara penuh ditangkap oleh konsumen. Kaitanya dengan iklan adalah karena pesan yang dibawa oleh iklan menjadi salah satu sumber informasi penting bagi konsumen sehingga mereka memiliki asosiasi dan image tertentu. Selanjutnya tentang iklannya sendiri diukur dengan advertising recall yang mengukur tentang kemampuan iklan menempati level memory tertentu dipikiran konsumen, kemudian kemampuan konsumen menceritakan kembali jalannya iklan, penerimaan terhadap pesan yang disampaikan oleh iklan, dan persepsi konsumen terhadap iklan, secara keseluruhan ( menarik, menghibur, dapat dipercaya, dan lain-lain). Sementara itu hal ketiga yang dievaluasi adalah terhadap perilaku penggunaan produk oleh konsumen yang ditujukan untuk mengetahui tentang pengaruh iklan terhadap pola penggunaan produk.
Metode evaluasi ketiga adalah Pre/Post Usage & Attitude, yamg membandingkan tentang perilaku pemakaian, sikap, persepsi, asosiasi dan image konsumen terhadap produk dan merek antara sebelum dan sesudah iklan ditayangkan. Sebuah U & A research dilakukan sebelum iklan ditayangkan untuk mengetahui kondisi awal sebelum iklan, kemudian setelah iklan selesai ditayangkan dilakukan surevey kembali dengan materi dan jenis pengukuran yang sama dan hasilnya dibandingkan dengan survey sebelumnya.
Dengan melakukan salah satu dari ketiga hal di atas maka top manajemen tidak perlu lagi bertanya-tanya tentang effectivitas budget komunikasi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Target sangat jelas, dana yang dibutuhkan untuk mencapai target dapat dihitung, dan akhirnya hasil yang dicapai juga dapat diukur secara gamblang.
- Sumber: majalah Kapital vol III/ 16 bulan Agustus 2002.
- Sumber gambar: http://hiwassee.edu/wp-content/uploads/2012/03/Shooting-Sports.jpg